cepat hamil

Minggu, 26 Februari 2017

KISAH INSPIRATIF : Meninggal Setelah Zinahi Calon Istri Yang Akan Dinikahi Seminggu Lagi

 
Mari jadikan kisah berikut ini sebagai pelajaran, untuk tidak bermudah-mudahan dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Apapun kondisinya. Bagaimanapun caranya. Terlebih lagi dengan bumbu “ta’aruf syar’i”, “khitbah”, namun tanpa diiringi dengan ilmu yang benar dalam penerapannya? Syaithan begitu bersemangatnya dalam menggelincirkan manusia. Apabila yang berlabel “aktivis dakwah” saja tergelincir dalam tipu muslihatnya, bagaimanatah lagi dengan kami yang sekadar berlabel ‘orang awam”?

“Ah, surga masih jauh.”

Setelah bertaburnya kisah kebajikan, izinkan kali ini saya justru mengajak untuk menggumamkan keluh syahdu itu dengan belajar dari jiwa pendosa. Jiwa yang pernah gagal dalam ujian kehidupan dariNya. Mengapa tidak? Bukankah Al Quran juga mengisahkan orang-orang gagal dan pendosa yang berhasil melesatkan dirinya jadi pribadi paling mulia?

Musa pernah membunuh orang. Yunus bahkan sempat lari dari tugas risalah yang seharusnya dia emban. Adam juga. Dia gagal dalam ujian untuk tak mendekat pada pohon yang diharamkan baginya. Tapi doa sesalnya diabadikan Al Quran. Kita membacanya penuh takjub dan khusyu’. “Rabb Pencipta kami, telah kami aniaya diri sendiri. Andai Kau tak sudi mengampuni dan menyayangi, niscaya jadilah kami termasuk mereka yang rugi-rugi.” Mereka pernah menjadi jiwa pendosa, tetapi sikap terbaik memuliakan kelanjutan sejarahnya.

Kini izinkan saya bercerita tentang seorang wanita yang selalu mengatakan bahwa dirinya jiwa pendosa. Kita mafhum, bahwa tiap pendosa yang bertaubat, berhijrah, dan berupaya memperbaiki diri umumnya tersuasanakan untuk membenci apa-apa yang terkait dengan masa lalunya. Hatinya tertuntun untuk tak suka pada tiap hal yang berhubungan dengan dosanya. Tapi bagaimana jika ujian berikut setelah taubat adalah untuk mencintai penanda dosanya?

Dan wanita dengan jubah panjang dan jilbab lebar warna ungu itu memang berjuang untuk mencintai penanda dosanya.

“Saya hanya ingin berbagi dan mohon doa agar dikuatkan”, ujarnya saat kami bertemu di suatu kota selepas sebuah acara yang menghadirkan saya sebagai penyampai madah. Didampingi ibunda dan adik lelaki nya, dia mengisahkan lika-liku hidup yang mengharu-birukan hati. Meski sesekali menyeka wajah dan mata dengan sapu tangan, saya insyaf, dia jauh lebih tangguh dari saya.

“Ah, surga masih jauh.”

Kisahnya dimulai dengan cerita indah di semester akhir kuliah. Dia muslimah nan taat, aktivis dakwah yang tangguh, akhwat yang jadi teladan di kampus, dan penuh dengan prestasi yang menyemangati rekan-rekan. Kesyukurannya makin lengkap tatkala prosesnya untuk menikah lancar dan mudah. Dia tinggal menghitung hari. Detik demi detik serasa menyusupkan bahagia di nafasnya.

Ikhwan itu, sang calon suami, seorang lelaki yang mungkin jadi dambaan semua sebayanya. Dia berasal dari keluarga tokoh terpandang dan kaya raya, tapi jelas tak manja. Dikenal juga sebagai ‘pembesar’ di kalangan para aktivis, usaha yang dirintisnya sendiri sejak kuliah telah mengentas banyak kawan dan sungguh membanggakan. Awal-awal, si muslimah nan berasal dari keluarga biasa, seadanya, dan bersahaja itu tak percaya diri. Tapi niat baik dari masing-masing pihak mengatasi semuanya.

Tinggal sepekan lagi. Hari akad dan walimah itu tinggal tujuh hari menjelang, ketika sang ikhwan dengan mobil barunya datang ke rumah yang dikontraknya bersama akhwat-akhwat lain. Sang muslimah agak terkejut ketika si calon suami tampak sendiri. Ya, hari itu mereka berencana meninjau rumah calon tempat tinggal yang akan mereka surgakan bersama. Angkahnya, ibunda si lelaki dan adik perempuannya akan beserta agar batas syari’at tetap terjaga.

“’Afwan Ukhti, ibu dan adik tidak jadi ikut karena mendadak uwak masuk ICU tersebab serangan jantung”, ujar ikhwan berpenampilan eksekutif muda itu dengan wajah sesal dan merasa bersalah. “’Afwan juga, adakah beberapa akhwat teman Anti yang bisa mendampingi agar rencana hari ini tetap berjalan?”

“Sayangnya tidak ada. ‘Afwan, semua sedang ada acara dan keperluan lain. Bisakah ditunda?”

“Masalahnya besok saya harus berangkat keluar kota untuk beberapa hari. Sepertinya tak ada waktu lagi. Bagaimana?”

Akhirnya dengan memaksa dan membujuk, salah seorang kawan kontrakan sang Ukhti berkenan menemani mereka. Tetapi bi-idzniLlah, di tengah jalan sang teman ditelepon rekan lain untuk suatu keperluan yang katanya gawat dan darurat. “Saya menyesal membiarkannya turun di tengah perjalanan”, kata muslimah itu pada saya dengan sedikit isak. “Meskipun kami jaga sebaik-baiknya dengan duduk beda baris, dia di depan dan saya di belakang, saya insyaf, itu awal semua petakanya. Kami terlalu memudah-mudahkan. AstaghfiruLlah.”

Ringkas cerita, mereka akhirnya harus berdua saja meninjau rumah baru tempat kelak surga cinta itu akan dibangun. Rumah itu tak besar. Tapi asri dan nyaman. Tidak megah. Tapi anggun dan teduh.

Saat sang muslimah pamit ke kamar mandi untuk hajatnya, dengan bantuan seekor kecoa yang membuatnya berteriak ketakutan, syaithan bekerja dengan kelihaian menakjubkan. “Di rumah yang seharusnya kami bangun surga dalam ridhaNya, kami jatuh terjerembab ke neraka. Kami melakukan dosa besar terlaknat itu”, dia tersedu. Saya tak tega memandang dia dan sang ibunda yang menggugu. Saya alihkan mata saya pada adik lelaki nya di sebalik pintu. Dia tampak menimang seorang anak perempuan kecil.

“Kisahnya tak berhenti sampai di situ”, lanjutnya setelah agak tenang. “Pulang dari sana kami berada dalam gejolak rasa yang sungguh menyiksa. Kami marah. Marah pada diri kami. Marah pada adik dan ibu. Marah pada kawan yang memaksa turun di jalan. Marah pada kecoa itu. Kami kalut. Kami sedih. Merasa kotor. Merasa jijik. Saya terus menangis di jok belakang. Dia menyetir dengan galau. Sesal itu menyakitkan sekali. Kami kacau. Kami merasa hancur.”

Dan kecelakaan itupun terjadi. Mobil mereka menghantam truk pengangkut kayu di tikungan. Tepat sepekan sebelum pernikahan.

“Setelah hampir empat bulan koma”, sambungnya, “Akhirnya saya sadar. Pemulihan yang sungguh memakan waktu itu diperberat oleh kabar yang awalnya saya bingung harus mengucap apa. Saya hamil. Saya mengandung. Perzinaan terdosa itu membuahkan karunia.” Saya takjub pada pilihan katanya. Dia menyebutnya “karunia”. Sungguh tak mudah untuk mengucap itu bagi orang yang terluka oleh dosa.

“Yang lebih membuat saya merasa langit runtuh dan bumi menghimpit adalah”, katanya terisak lagi, “Ternyata calon suami saya, ayah dari anak saya, meninggal di tempat dalam kecelakaan itu.”

“Subhanallah”, saya memekik pelan dengan hati menjerit. Saya pandangi gadis kecil yang kini digendong oleh sang paman itu. Engkaulah rupanya Nak, penanda dosa yang harus dicintai itu. Engkaulah rupanya Nak, karunia yang menyertai kekhilafan orangtuamu. Engkaulah rupanya Nak, ujian yang datang setelah ujian. Seperti perut ikan yang menelan Yunus setelah dia tak sabar menyeru kaumnya.

“Doakan saya kuat Ustadz”, ujarnya. Tiba-tiba, panggilan “Ustadz” itu terasa menyengat saya. Sergapan rasa tak pantas serasa melumuri seluruh tubuh. Bagaimana saya akan berkata-kata di hadapan seorang yang begitu tegar menanggung semua derita, bahkan ketika keluarga almarhum calon suaminya mencampakkannya begitu rupa. Saya masih bingung alangkah teganya mereka, keluarga yang konon kaya dan terhormat itu, mengatakan, “Bagaimana kami bisa percaya bahwa itu cucu kami dan bukan hasil ketaksenonohanmu dengan pria lain yang membuat putra kami tersayang meninggal karena frustrasi?”

“Doakan saya Ustadz”, kembali dia menyentak. “Semoga keteguhan dan kesabaran saya atas ujian ini tak berubah menjadi kekerasan hati dan tak tahu malu. Dan semoga sesal dan taubat ini tak menghalangi saya dari mencintai anak itu sepenuh hati.” Aduhai, surga masih jauh. Bahkan pinta doanya pun menakjubkan.

Allah, sayangilah jiwa-jiwa pendosa yang memperbaiki diri dengan sepenuh hati. Cuci dia dari dosa-dosa masa lalu dengan kesabarannya meniti hari-hari bersama sang buah hati. Allah, balasi tiap kegigihannya mencintai penanda dosa dengan kemuliaan di sisiMu dan di sisi orang-orang beriman. Allah, sebab ayahnya telah Kau panggil, kami titipkan anak manis dan shalihah ini ke dalam pengasuhanMu nan Maha Rahman dan Rahim.


Kamis, 25 Agustus 2016

Kisah Inspiratif : KETULUSAN SEORANG GURU


Di suatu sekolah dasar, ada seorang guru yang selalu tulus mengajar dan selalu berusaha dengan sungguh-sungguh membuat suasana kelas yang baik untuk murid-muridnya.
Ketika guru itu menjadi wali kelas 5, seorang anak–salah satu murid di kelasnya– selalu berpakaian kotor dan acak-acakan. Anak ini malas, sering terlambat dan selalu mengantuk di kelas. Ketika semua murid yang lain mengacungkan tangan untuk menjawab kuis atau mengeluarkan pendapat, anak ini tak pernah sekalipun mengacungkan tangannya.
Guru itu mencoba berusaha, tapi ternyata tak pernah bisa menyukai anak ini. Dan entah sejak kapan, guru itu pun menjadi benci dan antipati terhadap anak ini. Di raport tengah semester, guru itu pun menulis apa adanya mengenai keburukan anak ini.


Suatu hari, tanpa disengaja, guru itu melihat catatan raport anak ini pada saat kelas 1. Di sana tertulis: “Ceria, menyukai teman-temannya, ramah, bisa mengikuti pelajaran dengan baik, masa depannya penuh harapan,”
“..Ini pasti salah, ini pasti catatan raport anak lain….,” pikir guru itu sambil melanjutkan melihat catatan berikutnya raport anak ini.
Di catatan raport kelas 2 tertulis, “Kadang-kadang terlambat karena harus merawat ibunya yang sakit-sakitan,”
Di kelas 3 semester awal, “Sakit ibunya nampaknya semakin parah, mungkin terlalu letih merawat, jadi sering mengantuk di kelas,”
Di kelas 3 semester akhir, “Ibunya meninggal, anak ini sangat sedih terpukul dan kehilangan harapan,”
Di catatan raport kelas 4 tertulis, “Ayahnya seperti kehilangan semangat hidup, kadang-kadang melakukan tindakan kekerasan kepada anak ini,”
Terhentak guru itu oleh rasa pilu yang tiba-tiba menyesakkan dada. Dan tanpa disadari diapun meneteskan air mata, dia mencap memberi label anak ini sebagai pemalas, padahal si anak tengah berjuang bertahan dari nestapa yang begitu dalam…
Terbukalah mata dan hati guru itu. Selesai jam sekolah, guru itu menyapa si anak:
“Bu guru kerja sampai sore di sekolah, bagaimana kalau kamu juga belajar mengejar ketinggalan, kalau ada yang gak ngerti nanti Ibu ajarin,”
Untuk pertama kalinya si anak memberikan senyum di wajahnya.
Sejak saat itu, si anak belajar dengan sungguh-sungguh, prepare dan review dia lakukan di bangkunya di kelasnya.

Guru itu merasakan kebahagian yang tak terkira ketika si anak untuk pertama kalinya mengacungkan tanganya di kelas. Kepercayaan diri si anak kini mulai tumbuh lagi.
Di Kelas 6, guru itu tidak menjadi wali kelas si anak.
Ketika kelulusan tiba, guru itu mendapat selembar kartu dari si anak, di sana tertulis. “Bu guru baik sekali seperti Bunda, Bu guru adalah guru terbaik yang pernah aku temui.”
Enam tahun kemudian, kembali guru itu mendapat sebuah kartu pos dari si anak. Di sana tertulis, “Besok hari kelulusan SMA, Saya sangat bahagia mendapat wali kelas seperti Bu Guru waktu kelas 5 SD. Karena Bu Guru lah, saya bisa kembali belajar dan bersyukur saya mendapat beasiswa sekarang untuk melanjutkan sekolah ke kedokteran.”

Sepuluh tahun berlalu, kembali guru itu mendapatkan sebuah kartu. Di sana tertulis, “Saya menjadi dokter yang mengerti rasa syukur dan mengerti rasa sakit. Saya mengerti rasa syukur karena bertemu dengan Ibu guru dan saya mengerti rasa sakit karena saya pernah dipukul ayah,”
Kartu pos itu diakhiri dengan kalimat, “Saya selalu ingat Ibu guru saya waktu kelas 5. Bu guru seperti dikirim Tuhan untuk menyelamatkan saya ketika saya sedang jatuh waktu itu. Saya sekarang sudah dewasa dan bersyukur bisa sampai menjadi seorang dokter. Tetapi guru terbaik saya adalah guru wali kelas ketika saya kelas 5 SD.”

Setahun kemudian, kartu pos yang datang adalah surat undangan, di sana tertulis satu baris,
“Mohon duduk di kursi Bunda di pernikahan saya,”
Guru pun tak kuasa menahan tangis haru dan bahagia.
==========
Kalau hati bapak ibu guru bergetar membaca cerita ini, boleh bapak ibu guru share ke semua orang terutama kepada guru/pendidik....
karena keikhlasan mampu menggetarkan dunia...
Termasuk juga keikhlasan utk meng-share hal-2 kebajikan

Selasa, 23 Februari 2016

Sebuah Kisah Nyata Menguras Air Mata: Jangan Marah Berkepanjangan


 
Sebuah salah pengertian yang mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga. Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka, tetapi segalanya sudah terlambat.
Membawa ibu untuk tinggal bersama menghabiskan masa tua nya bersama kami, malah telah mengkhianati ikrar cinta yg kami buat selama ini.
Setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju menjemput ibu untuk tinggal bersama kami.

Sejak kecil, suami saya kehilangan ayahnya, dialah satu-satunya harapan ibu, ibu pula yang membesarkannya dan menyekolahkannya hingga tamat kuliah. Saya terus mengangguk cerminan tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar untuk ibu yang menghadap taman agar dia dapat berjemur, mananam bunga dan sebagainya. Suamiku berdiri di depan kamar yg sangat kaya dengan sinar matahari, tidak sepatah katapun yg terucap, tiba-tiba dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan film India dan berkata : "Mari kita menjemput ibu di kampung".

Suamiku berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yang bidang. Ada suatu perasaan nyaman dan aman disana. Aku seperti cerminan sebuah boneka kecil yang kapan saja bisa diangkat dan dimasukkan kedalam kantongnya. Kalau terjadi selisih paham diantara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi di atas kepalanya lalu diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan. Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.

Kebiasaan ibu di kampung tidak berubah. Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya ibu tidak tahan lagi dan berkata kepada suamiku : "Istri kamu hidup foya-foya. Buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan".

Aku menjelaskannya kepada ibu : "Bu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira." Ibu selalu mendumel, suamiku berkata sambil tertawa : "Ibu, ini kebiasaan orang kota, lambat laun ibu akan terbiasa juga."

Ibu tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga, dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu. Setiap mendengar jawabanku, dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengkan kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan, dia selalu bertanya berapa harganya, ini berapa, itu berapa. Setiap aku menjawab, dia selalu berdecak dengan cerminan suara keras. Suamiku memencet hidungku sambil berkata, "Sayangku, kan kamu bisa berbohong . Jangan katakan harga sebenarnya." Lambat laun, keharmonisan rumah tanggaku mulai terusik.




Ibu sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan paginya sendiri, dimata ibu seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan. Di meja makan, wajah ibu selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Ibu selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti garpu dengan sendok, itulah cara dia protes.

Aku adalah instruktur tari, seharian terus menari membuat tubuhku sangat letih. Aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi saat musim dingin. Ibu kadang juga suka membantuku di dapur, tetapi makin dibantu aku malah makin repot. Misalnya: dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa dijual katanya. Jadilah rumahku seperti cerminan tempat pemulungan kantong plastik, dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik.

Kebiasaan ibu mencuci piring bekas makan tidak menggunakan sabun cairan pencuci, agar supaya dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur. Suatu hari, ibu mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya. Dan dia segera membanting pintu dan menangis. Suamiku jadi serba salah, malam itu dia seperti orang bisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli. Aku menjadi kecewa dan marah. "Apa salahku?" Dia melotot dan berkata :"Kenapa kamu tidak biarkan saja? Apakah memakan dengan piring itu bisa membuat mu mati?"

Aku dan ibu tidak bertegur sapa untuk waktu yang cukup lama, suasana menjadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada siapa. Ibu tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya. Suatu kebahagiaan terpancar diwajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap, dan dengan sinar mata yang seakan mencemoohku sewaktu melihat kepadaku, seakan berkata dimana tanggung jawab mu sebagai isteri?
Demi menjaga suasana pagi hari agar tidak terganggu, aku selalu membeli makanan diluar pada saat berangkat bekerja.

Saat tidur, suami berkata: "Apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu tidak pernah makan dirumah?" sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata di kedua belah pipiku. Dan dia akhirnya berkata: "Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap pagi." Aku mengiyakan dan kembali ke meja makan yang serba canggung itu.

Pagi itu, nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu perasaan yang sangat mual menimpaku, seakan-akan isi perut mau keluar semua. aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi. sampai disana, aku segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar mata yang tajam, diluar sana, terdengar suara tangisan ibu dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian! Pertama kali perkawinan ku, aku bertengkar hebat dengan suamiku. Ibu melihat kami dengan mata memerah dan berjalan menjauh. Suamiku segera mengejarnya keluar rumah.

Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku. Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan ibu ke rumah, aku sudah banyak mengalah, mau bagaimana lagi? Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan napsu makan ditambah lagi dengan suasana rumah yang kacau, sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku berkata, "Sebaiknya kamu periksa ke dokter." Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu. Sebuah berita gembira terselip juga dikesedihan. Mengapa suami dan ibu sebagai orang yang berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?

Dipintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku. 3 hari tidak bertemu dia berubah drastis. Muka kusut cerminan kurang tidur, aku ingin segera berlalu tapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia melihat ke arah ku tetapi seakan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi. Padahal aku ingin meberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak. Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi mimpiku tidak menjadi kenyataan. didalam taksi air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalahpahaman ini berakibat sangat buruk?

Sampai dirumah aku berbaring diranjang memikirkan peristiwa tadi. Memikirkan sinar matanya yang penuh dengan cerminan kebencian. Tengah malam, aku mendengar suara orang membuka laci, aku menyalakan lampu dan melihat dia dengan wajah berlinang air mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya. Aku menatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku lalu berlalu. Sepertinya dia sudah memutuskan untuk meninggalkan aku. Sungguh lelaki yang sangat picik, dalam saat begini dia masih membedakan antara uang dan cinta. Aku tersenyum sambil menitikkan air mata.

Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin secepatnya membereskan masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi mencari kekantornya. Dikantornya aku bertemu dengan sekretarisnya dengan wajah bingung. "Ibunya Pak Direktur baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit." Mulutku terbuka lebar. Aku segera menuju rumah sakit dan saat menemukannya, ibu sudah meninggal. Aku memandang jasad ibu yang terbujur kaku. Sambil menangis aku menjerit dalam hati : "Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?" Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah bertegur sapa dengan ku. Jika memandangku ia selalu memandang dengan penuh kebencian.

Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi itu ibu berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku mengejar sambil berlari, ibu juga berlari makin cepat dan tidak menyadari seuah bus yang datang ke arahnya dengan kencang. Aku baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian. Jika aku tidak muntah pagi itu,, jika kami tidak bertengkar, jika......... ah, dimatanya akulah penyeab kematian ibu.

Suamiku pindah ke kamar ibu, setiap malam pulang kerja dengan badan penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku merasa bersalah dan merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan semua ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak akan pernah menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya walapun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat lambat. Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain. Dia pulang makin larut malam. Suasana tegang didalam rumah.

Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah cafe. Melalui keremangan lampu dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan seorang wanita didalam. Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra. Aku tertegun dan mengerti apa yang telah terjadi. Aku masuk kedalam dan berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak menangis juga tidak berkata apa-apa karena aku juga tidak tahu harus berbuat apa. Sang gadis melihat kearahku dan ke arah suamiku dan segera hendak berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan cerminan sinar mata yang tak kalah tajam dariku. Suara detak jantungku terasa sangat keras. Setiap detak suara seperti suara menuju kematian.

Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka. Jika tidak...mungkin aku akan jatuh bersama bayiku dihadapan mereka. Malam itu dia tidak pulang ke rumah, seakan menjelaskan padaku apa yang telah terjadi. Sepeninggal ibu, rajutan cinta kami juga sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar. Aku tahu dia mengambil barang-barang keperluannya. Aku tidak ingin menelepon walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk menjelaskan hal ini. Tetapi itu tidak pernah terjadi...... semua berlalu begitu saja.

Aku mulai hidup seorang diri. Pergi check kandungan sendiri. Setiap kali melihat sepasang suami isteri sedang check kandungan bersama, hati ini serasa hancur. Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi ini, tetapi aku seperti orang yang sedang histeris mempertahankan miliknya. Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada ibu bahwa aku tidak bersalah.

Suatu hari sepulang kerja, aku melihat dia duduk didepan ruang tamu. Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas diatas meja. Tidak perlu tanya aku juga sudah tahu surat apa itu. 2 bulan hidup sendiri aku sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku berkata kepadanya : "Tunggu sebentar, aku akan segera menandatanginya". Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku. Aku berkata pada diri sendiri, jangan menangis. Mata ini terasa sakit sekali tetapi aku harus terus bertahan agar air mata ini tidak keluar.

Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia memperhatikan perutku yang agak membuncit. Sambil duduk di kursi, aku menandatangani surat itu dan menyodorkan kepadanya . "Kamu hamil?" Semenjak ibu meninggal, itulah pertamakalinya dia berbicara kepadaku. Aku tidak bisa membendung air mataku yang mengalir keluar dengan derasnya. Aku menjawab: "Iya, tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah boleh pergi." Dia tidak pergi, dalam cerminan keremangan ruangan, kami saling berpandangan. Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku. Air matanya terasa menembus lengan bajuku. Tetapi dilubuk hatiku, semuanya sudah berlalu. Banyak hal yang sudah berlalu dan tidak bisa diambil kembali. Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata "Maafkan aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir untuk memaafkannya tetapi tidak bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku lupakan. Cinta diantara kami telah ada sebuah luka yang menganga. Semua ini adalah sebuah akibat kesengajaan darinya.

Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah berlalu tidak akan pernah kembali. Hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan cerminan es, tidak pernah sama sekali menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah pemberiannya. Tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak menandatangani surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu. Harapanku telah lenyap tak berbekas.

Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera berlalu ke ruang tamu. Dia terpaksa kembali ke kamar ibu. Malam hari, terdengar suara orang mengerang dari kamar ibu tetapi aku tidak perduli. Itu adalah permainannya dari dulu. Jika aku tidak perduli padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan bertanya apa dia sakit. Dia lalu akan memelukku sambil tertawa terbahak-bahak. Dia lupa....... itu adalah dulu, saat cintaku masih membara, sekarang apa lagi yang aku miliki?

Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku lahir. Hampir setiap hari dia selalu memberi barang-barang perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku bacaan untuk anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai barangnya penuh sesak dengan barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak bergeming. Terpaksa dia mengurung diri didalam kamar, malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer. Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya, pikirku. Bagiku itu bukan lagi suatu masalah.

Suatu malam dimusim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yang sangat keras. Dia segera berlari masuk ke kamar, sepertinya tidak pernah tidur. Saat inilah yang ditunggu-tunggu olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit. Sepanjang jalan, dia menggenggam erat tanganku, menghapus keringat dingin yang mengalir didahi ku. Sampai rumah sakit, aku segera digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yang kurus kering, aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku, siapa lagi yang mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia ?

Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang. Saat aku didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum kepadanya. Keluar dari ruang bersalin, dia memandang aku dan anak ku dengan wajah penuh dengan air mata sambil tersenyum bahagia. Aku memegang tangannya, dia membalas memegangku dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai. Aku berteriak histeris memanggil namanya. 

Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya. Aku pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya. Tetepi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada stadium mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah keajaiban. Aku tanya kapankah kanker ini terdeteksi? 5 bulan yang lalu, kata dokter. Bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi perduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang kerumah dan ke kamar ibu lalu menyalakan komputer.

Ternyata selama ini suara orang mengerang itu apa adanya. Aku masih berpikir dia sedang bersandiwara. Sebuah surat yang sangat panjang ada di dalam komputer yang ditujukan kepada anak kami.
"Anakku, demi dirimu aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itulah harapanku. Aku tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan. Sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersama kamu tetapi ayah tidak punya kesempatan untuk itu. Didalam komputer ini, ayah mencoba memberikan saran dan nasihat terhadap segala kemungkinan hidup yang akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah." "Anakku, selesai menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup selama bertahun-tahun. Ayah sungguh bahagia. Cintailah ibumu, dia sungguh menderita, dia adalah orang yang paling menyayangimu dan adalah orang yang paling ayah cintai."

Mulai dari kejadian yang mungkin akan terjadi sejak TK, SD, SMP, SMA, sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap didalamnya. Dia juga menulis sebuah surat untukku. "Kasihku, dapat menikahimu adalah hal yang paling bahagia yang aku rasakan didalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku yang tidak pernah memberi tahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu oleh karenanya. Kasihku, jika engkau menangis sewaktu membaca surat ini, berarti engkau telah memaafkan aku. Terima kasih atas cintamu padaku selama ini. Hadiah-hadiah ini aku tidak punya kesempatan untuk memberikannya kepada anak kita. Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian hadiahnya."

Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Aku menggendong anak kami dan membaringkannya diatas dadanya sambil berkata: "Sayang, bukalah matamu sebentar saja dan lihatlah anak kita. Aku mau dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya. Dengan susah payah dia membuka matanya dan tersenyum..... anak itu tetap dalam dekapan nya, dengan tangannya yg mungil memegangi tangan ayahnya yg kurus dan lemah. Tidak tahu aku sudah menjepret beberapa kali momen ini dengan kamera di tangan sambil berurai air mata...

Selasa, 02 Februari 2016

CINTA SEJATI... Banyak Pria Yang Menangis Ketika Membacanya!


Ia mulai dari tidak ada apa-apanya bekerja sebagai kuli bangunan hingga akhirnya berhasil menjadi kepala bagian. Kemudian ia membentuk tim pekerja tersendiri yang akhirnya berkembang menjadi sebuah perusahaan konstruksi.

Sang istri yang mendampingi pria ini sejak kuli bangunan, semakin hari tampak semakin tua. Tubuh yang dulunya langsing, sekarang tampak kasar berotot, kulit pun tidak sehalus dulu. Dibandingkan dengan beribu wanita cantik di luar sana, ia tampak terlalu sederhana dan pendiam. Kehadirannya senantiasa mengingatkannya akan masa lalu yang sukar.

Sang suami berpikir, inilah saatnya pernikahan ini berakhir. Ia menabungkan uang sebesar 1 miliar ke dalam bank istrinya, membeli juga baginya sebuah rumah di daerah kota. Ia merasa, ia bukanlah suami yang tak berperasaan. Sekiranya ia tidak mempersiapkan bekal bagi hari tua istrinya, hatinya pun tidak tenang......
Akhirnya, ia pun mengajukan gugatan cerai kepada istrinya.
Sang istri duduk berhadapan dengannya. Tanpa berbicara sepatah katapun ia mendengarkan alasan sang suami mengajukan perceraian. Tatapannya terlihat tetap teduh dan tenang. Ketika hari sang istri pergi dari rumah pun tiba, sang suami membantunya memindahkan barang-barang menuju rumah baru yang dibelikan oleh suaminya. Demikian pernikahan yang telah dibangun selama hampir 20 tahun lebih itu pun berakhir begitu saja.
Sepanjang pagi itu, hati sang suami sungguh tidak tenang. Menjelang siang, ia pun terburu-buru kembali ke rumah tersebut. Namun ia mendapati rumah tersebut kosong, sang istri telah pergi. Di atas meja tergeletak kunci rumah, buku tabungan berisi 1 miliar rupiah dan sepucuk surat yang ditulis oleh istrinya.
     __________________________
Saya pamit, pulang ke rumah orang tua saya. Semua selimut telah dicuci bersih, dijemur di bawah matahari, kusimpan di dalam kamar belakang, lemari sebelah kiri. Jangan lupa memakainya ketika cuaca mulai dingin.
Sepatu kulitmu telah kurawat semua, nanti bila akhirnya mulai ada yang rusak, bawa ke toko sepatu di sudut jalan untuk diperbaiki.
Kemejamu kugantung pada lemari baju sebelah atas, kaos kaki, ikat pinggang kutaruh di dalam laci kecil di sebelah bawah.
Setelah aku pergi, jangan lupa meminum obat dengan teratur. Lambungmu sering bermasalah. Aku telah menitip teman membelikan obat cukup banyak untuk persediaanmu selama setengah tahun.
Oh ya, kamu sering sekali keluar rumah tanpa membawa kunci, jadi aku mencetak 1 set kunci serta kutitipkan pada security di lantai bawah. Semisalnya kamu lupa lagi membawa kunci, ambil saja padanya.
Ingat tutup pintu dan jendela sebelum pagi-pagi berangkat kerja, kalau tidak, air hujan dapat masuk merusak lantai rumah.
Aku juga membuatkan pangsit. Kutaruh di dapur. Sepulang dari kantor, kamu dapat memasaknya sendiri...
 __________________________
Tulisannya jelek, sukar dibaca. Namun setiap huruf bagaikan selongsong peluru berisikan cinta tulus, yang ditembakkan menghujam jauh ke dalaman ulu hatinya.
Ia memandang setiap pangsit yang terbungkus rapi. Ia teringat 20 tahun yang lalu ketika ia masih menjadi seorang kuli bangunan, teringat suara istrinya memotong sayur, mempersiapkan pangsit di dapur, teringat betapa suara itu bagikan melodi yang indah dan betapa bahagianya ia pada saat itu. Ia pun tiba-tiba teringat janji yang diucapkannya saat itu: "Saya harus memberi kebahagiaan bagi istri saya..."    
Detik itu juga ia berlari secepat kilat segera menyalakan mobilnya. Setengah jam kemudian, dengan bersimbah keringat, akhirnya ia menemukan istrinya di dalam kereta.
Dengan nada marah ia berkata, "Kamu mau ke mana? Sepagian aku letih di kantor, pulang ke rumah sesuap nasi pun tak dapat kutelan. Begitu caranya kamu jadi istri? Keterlaluan! Cepat ikut aku pulang!"
Mata sang istri berkaca-kaca, dengan taat ia pun berdiri mengikuti sang suami dari belakang. Mereka pun pulang. Perlahan, air mata sang istri berubah menjadi senyum bahagia....

Ia tidak mengetahui bahwa sang suami yang berjalan di depannya telah menangis sedemikian rupa. Dalam perjalanan sang suami berlari dari rumah ke stasiun kereta, ia begitu takut.. Ia takut tidak berhasil menemukan istrinya, ia sangat takut kehilangan dia.
Ia menyesali dirinya mengapa dirinya begitu bodoh hingga hendak mengusir wanita yang begitu ia cintai. Kehidupan pernikahan selama 20 tahun ini ternyata telah mengikat erat-erat mereka berdua menjadi satu.
Kekayaan yang sebenarnya bukanlah terletak pada angka di dalam buku tabungan, melainkan terletak pada senyuman bahagia pada wajah anda.

Kamis, 05 Desember 2013

Amanda Todd's Story : Dunia Maya yang Merengut Nyawa


Suatu siang yang cerah di bulan Oktober 2012, seorang gadis 
mengajak ayahnya untuk membuat tato. Amanda Todd, nama sang gadis, ingin menato pergelangan tangannya dengan tulisan “stay strong”. Sedangkan ayahnya, Norm Todd, berencana membuat tato aksara China yang berarti “kekuatan”. Apa nyana, keinginan Amanda itu menjadi permintaan terakhirnya yang tak pernah terwujud.

Amanda Todd adalah seorang gadis cantik yang ceria. Masa kecil bersama orangtuanya, Norm Todd dan Carol Todd, dilaluinya di Port Coquitlam, di pinggiran kota Vancouver, Kanada. Layaknya anak-anak lain, Gadis yang dilahirkan pada 27 November 1996 itu senang menghabiskan waktu bersama teman sebaya. Bukan cuma di dunia nyata saja, Amanda banyak menghabiskan waktu bergaul di dunia maya. Hal yang lumrah dilakukan anak-anak yang hidup di generasi digital.

Mulai dari media sosial seperti Facebook, Amanda mendapatkan banyak kenalan. Karena sifatnya yang mudah bergaul, ramah, dan cantik, tak jarang pertemuan di media sosial saja tidak cukup. Perbincangan beralih ke media obrol di dunia maya, seperti chatting dan video-calling.

Semua terlihat sempurna; banyak teman, keluarga yang mencintainya, pintar, cantik pula. Namun, Amanda membuat kesalahan besar di usia 12 tahun. Kesalahan yang membuatnya menjadi sangat menderita, depresi berat, yang mengubah hidup Amanda sampai tiga tahun berikutnya.

Sekejap namun fatal

Cerita berawal ketika dia mendapatkan teman seorang pria di media sosial, sebut saja namanya Mr. X. obrolan yang intens antara Amanda dan Mr. X mulai terbangun secara intim. Karena kepiawaiannya bermain kata, Mr. X berhasil membujuk Amanda untuk melakukan video chat. Wajah cantik gadis lugu ini bisa dilihat oleh Mr.X.

Sampai suatu malam, Amanda melakukan hal yang dia sesali seumur hidup. Pada obrolan kali itu, Mr. X mulai mulai membujuk Amanda untuk membuka kaos, memperlihatkan bagian tubuh vitalnya. Gadis lugu berusia belia itu ternyata termakan bujuk rayu busuk Mr. X. Dia menaikkan sedikit kaosnya, sehingga buah dadanya terlihat. Hal ini hanya terjadi beberapa detik saja, sebelum Amanda cepat-cepat menarik kaosnya untuk menutupi dadanya.

Bagi remaja berusia belasan, keputusan tanpa pikir panjang sepertinya menjadi masalah yang sudah jamak. Sama halnya Amanda, awalnya dia berpikir hal itu tidak akan berdampak apa-apa, toh pria yang dia kenal tersebut betutur ramah. “Remaja baik-baik,” begitu mungkin penilaian Amanda terhadap pria yang ngobrol dengannya. Dia tak sadar, perbuatannya itu merupakan terbukanya pintu bagi kekelaman yang menghantui Amanda di hari-hari berikutnya.

Pria tersebut ternyata tidak sebaik yang disangka Amanda. Mr. X mulai meneror Amanda dengan kiriman pesan melalui Facebook yang meminta Amanda untuk melakukan “pertunjukan” di depan kamera buat pria bejat ini. “Jika tidak,” ancam Mr. X, “aku akan menyebarkan foto dirimu mempertunjukkan buah dada ke semua orang yang kau kenal.” Ternyata, Mr. X sempat merekam kejadian beberapa detik itu.

Di kotak pesan itu juga Mr. X membeberkan data Amanda: alamat rumah, sekolah, nama-nama orangtua, saudara, teman, dan banyak data lain yang entah dari mana dia dapatkan.

Amanda panik. Dia tidak mau foto pribadinya tersebar ke semua orang yang dia kenal. Tapi dia juga tidak mau melakukan kesalahan bodoh kedua kalinya, dengan mempertunjukkan dirinya telanjang ke “orang baik-baik” yang ternyata brengsek itu.

Di tengah kekalutan, dia memutuskan untuk melakukan pilihan yang kedua; menolak permintaan Mr. X dan berdoa semoga ancaman yang dilayangkan melalui pesan Facebook itu hanya gertakan belaka.

Foto tersebar di dunia maya

Sayang, perkiraan Amanda meleset. Beberapa hari setelah kiriman pesan ancaman tersebut, sekitar pukul 4.00 dini hari, pintu rumah Amanda diketuk. Polisi datang, dan memberitahu keluarga Todd bahwa foto Amanda bertelanjang dada tersebar di internet. Polisi meminta keterangan dari Amanda dan keluarganya.

Amanda merasa remuk. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Penyesalan hebat ini membuat dirinya tertekan dan sedih. Keceriaan sudah terhapus dari wajah Amanda, berganti murung dan duka. Gadis 12 tahun itu juga mulai mengonsumsi obat-obatan dan alkohol. Namun itu tidak banyak membantu dirinya menekan depresi hebat yang melanda.

Teman-teman rumah dan sekolah sudah tahu perihal foto topless Amanda di internet, dan hal itu membuat Amanda takut ke luar rumah, termasuk ke sekolah.

Akhirnya orangtua Amanda memutuskan untuk memindahkan buah hatinya ke sekolah lain, demi menghapus semua ingatan akan kejadian memalukan itu. Namun sepertinya noda itu sudah sangat kuat melekat di benak Amanda, sehingga tidak ada usaha apa pun yang mampu membersihkannya secara tuntas.

Di sekolahnya yang baru, Amanda sedikit demi sedikit bisa memulihkan derita psikologisnya. Namun itu tidak bertahan lama. Setahun setelah kejadian itu, Mr. X kembali menghantui hari-hari Amanda. Kali ini serangannya lebih hebat. Dia mengirimkan foto telanjang dada Amanda ke semua teman Facebook-nya, dan membuat akun Facebook khusus dengan foto memalukan tersebut sebagai foto profilnya.

Mulailah Amanda menjadi target bullying (perundungan), baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Teman-teman sekolah menyorakinya seakan dia seorang bintang tenar, bedanya itu bukan sorakan membanggakan. Di internet, orang-orang juga tak henti merundung Amanda, meminta foto-foto syur lainnya, seakan Amanda seorang pelacur tak ada harganya. Amanda mulai “tenar” sebagai bahan cibiran di internet. Tiba-tiba dunia nyata juga mulai mengenali Amanda, gadis lugu yang foto dadanya ada di mana-mana.

Amanda mulai kehilangan teman-teman dekatnya, dan yang lebih parah, kehormatannya. Dukungan moral dari orangtua dan saudaranya tidak mempan membentengi terpaan cibiran dari segala arah yang menerpa batin Amanda. Di usia belia itu, Amanda beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri dengan mengiris nadi pergelangan tangannya. Bagi Amanda, hidup sudah tidak berharga. Namun Sang Khalik belum mengizinkan Amanda bertemu dengan-Nya.

Perundungan bertubi

Karena beratnya beban, Akhirnya orangtua Amanda kembali memindahkan putrinya ke sekolah lain. Di tempat yang baru ini, Amanda kembali mendapatkan harapan hidupnya. Di bulan pertama dia bersekolah, dia mendapat seorang teman pria yang usianya lebih tua dari Amanda.

Itulah kali pertama Amanda mempunyai teman kembali, setelah dia terkungkung dalam depresi mendalam yang membuatnya takut bertemu orang lain.

Amanda merasa mendapatkan teman yang bisa mendengarkan keluh-kesahnya, berbagi beban penderitaan hidup yang baru ia alami, dan menumbuhkan kembali senyum di wajah Amanda. Suatu ketika, mereka saling suka.

Namun lagi-lagi Amanda melakukan tindakan ceroboh. Sang pria yang sudah mempunyai kekasih meminta Amanda untuk datang ke rumah ketika kekasih pria itu sedang pergi berlibur beberapa hari. Di rumah tersebut, mereka berdua melakukan hubungan badan.

Seperti bom yang akhirnya meledak, pesan singkat yang dia terima dari kekasih pria itu seminggu kemudian berisi caci maki terburuk yang pernah diterima oleh gadis berusia 13 tahun. Bukan itu saja, di hadapan sekitar 50 teman sekolah barunya, kekasih sang pria bersama 15 teman –termasuk pria yang meniduri Amanda—mencaci-maki Amanda. “Lihatlah! Tidak ada yang menyukaimu di dunia ini!” cemooh mereka.

Beberapa orang juga mendorongnya sampai terjatuh, bahkan meninjunya. Ada beberapa orang yang merekam kejadian itu dengan telepon gengamnya. Amanda hanya bisa menangis. Sampai akhirnya beberapa guru dan ayah Amanda datang dan membawanya pulang.

Kekalutan Amanda sudah sampai pada puncaknya. “Aku sangat ingin mati,” kata Amanda dalam catatannya. Sesampai di rumah, Amanda menenggak cairan pemutih pakaian (bleach). Orangtua Amanda menemukan putrinya dalam keadaan sekarat dan langsung melarikannya ke rumah sakit. Nyawanya tertolong.

Sesampai di rumah, Amanda tidak menemukan satu pun alasan untuk mempertahankan hidupnya. Bahkan keputusannya untuk mengakhiri hidup dengan meminum cairan pemutih pun menjadi olok-olok di dunia maya. Muka Amanda dengan botol pemutih tersebar di mana-mana, dengan kata-kata ejekan yang menyakitkan. Di Facebook-nya pun banyak olok-olok, bahkan menyarankan Amanda untuk meminum cairan pemutih pakaian jenis lain supaya “berhasil” bunuh diri.

Perundungan itu terjadi selama berbulan-bulan, cacian demi cacian yang buat mereka menyenangkan; semakin menyakitkan semakin banyak yang dibuat tertawa. Gadis 13 tahun mana yang mampu menyandang beban malu sebesar itu?

Video diri

Amanda sudah tidak mampu lagi bertemu orang di luar sana. Dia berhenti sekolah, hidupnya hanya untuk menyesali diri. Orangtuanya sudah berusaha memperbaiki psikis putrinya dengan membawanya ke sekolah khusus, mendatangkan psikiater, namun percuma. Amanda sudah tercabik terlalu parah.

Percobaan bunuh diri terus saja dilakukan Amanda, dengan mencoba menyayat pergelangan tangannya. Obat anti-depresan menjadi sahabat sejati Amanda, sampai akhirnya dia overdosis dan kembali dilarikan ke rumah sakit.

Nyawanya kembali tertolong. Amanda kembali ke rumah, namun jiwanya sudah lama mati. Di tengah tekanan yang sudah sedemikian parah, pada 7 September 2012, Amanda memutuskan untuk menceritakan kepada dunia apa yang dia rasakan.

Dia membuat video diri. Di video hitam-putih berjudul “Amanda Todd's Story: Struggling, Bullying, Suicide, Self Harm” yang berdurasi sekitar 9 menit ini, Amanda bercerita tentang kisah pilu hidupnya melalui tulisan di atas lembaran kartu berukuran sekitar 15x10 cm.

Dukungan moral kepada Amanda tidak mampu membendung perundungan yang semakin hari justru makin hebat. Akhirnya, pada hari Rabu, 10 Oktober 2012, beberapa minggu sebelum ulang tahunnya yang ke-16, dia kembali memutuskan untuk bunuh diri. Jasadnya ditemukan tergantung di kamarnya, Port Coquitlam, Kanada.

Kini sang ayah, Norm Todd, harus datang sendirian ke studio tato untuk membuat tato simbol kekuatan di lengannya. Hal terakhir yang bisa dia lakukan untuk putri tercintanya.

Mengejar Mr.X

Setelah kejadian itu, banyak dukungan mengalir ke keluarga Amanda Todd. Video Amanda sampai saat ini sudah ditonton sebanyak 5.000-an orang. Para aktivis anti-bullying mendorong pihak berwajib mencari si Mr.X, yang menjadi penyebab utama penderitaan Amanda.

Anonymous, kelompok hacker yang sering terlibat dalam pengungkapan kejahatan via internet, sudah mencoba melacak pelaku penyebaran foto telanjang dada Amanda. Lima hari setelah kematian Amanda, Anonymous sudah mengumumkan satu nama yang diduga kuat nama asli Mr. X, seorang pedofil yang juga aktif di website porno, khususnya pedofilia.

Namun, pihak kepolisian Kanada tidak mau gegabah dengan menjadikan orang yang disebutkan Anonymous via Youtube itu menjadi target utama. Hal itu karena pihak kepolisian mempunyai metode sendiri dalam pelacakan pelaku, dan sudah mengantongi beberapa nama.

“Saya kehilangan satu putri. Namun saya tahu, Amanda ingin kisahnya dapat menyelamatkan 1.000 anak perempuan lainnya,” kata Carol Todd, sang bunda. “Saya ingin menceritakan kisah ini untuk membantu para orangtua sehingga mereka waspada dan memberitahu anaknya mana yang benar dan salah, serta bagaimana anaknya tetap terlindungi di dunia maya,” lanjut Carol. (dari berbagai sumber)

Rabu, 13 November 2013

HIDUPKU HANYA 6 JAM SAJA



Kisah Sedih berikut ini dikutip dari buku “Gifts From The Heart for Women” karangan Karen Kingsbury. Inti ceritanya kira-kira sbb :


Ada pasangan suami isteri yang sudah hidup beberapa lama tetapi belum mempunyai keturunan. Sejak 10 tahun yang lalu, sang istri terlibat aktif dalam kegiatan untuk menentang ABORSI,karena menurut pandangannya, aborsi berarti membunuh seorang bayi.


Setelah bertahun-tahun berumah-tangga, akhirnya sang istri hamil, sehingga pasangan tersebut sangat bahagia. Mereka menyebarkan kabar baik ini kepada famili, teman-teman dan sahabat-sahabat, serta lingkungan sekitarnya. Semua orang ikut bersukacita dengan mereka. Dokter menemukan bayi kembar dalam perutnya, seorang bayi laki-laki dan perempuan. Tetapi setelah beberapa bulan, sesuatu yang buruk terjadi. Bayi perempuan mengalami kelainan, dan ia mungkin tidak bisa hidup sampai masa kelahiran tiba. Dan kondisinya juga dapat mempengaruhi kondisi bayi laki-laki. Jadi dokter menyarankan untuk dilakukan aborsi, demi untuk sang ibu dan bayi laki2 nya.


Fakta ini membuat keadaan menjadi terbalik. Baik sang suami maupun sang istri mengalami depresi. Pasangan ini bersikeras untuk tidak menggugurkan bayi perempuannya (membunuh bayi tersebut), tetapi juga kuatir terhadap kesehatan bayi laki-lakinya. “Saya bisa merasakan keberadaannya, dia sedang tidur nyenyak”, kata sang ibu di sela tangisannya. Lingkungan sekitarnya memberikan dukungan moral kepada pasangan tersebut,dengan mengatakan bahwa ini adalah kehendak Tuhan.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwup_ExKDCkABerYJWj_ykYU-tghiBUY9j1iv9wFGWdbt8ZuaGKvsquTnMzCMQIQtxyXMxf1AnMq2GeVUaF1bS90hm40P2-xMmBIG3IBsrEMNQ3gGBU3lRUZLwwSJS9wDoMc7r1gLt6Dw/s1600/womanPraying.jpg


Ketika sang istri semakin mendekatkan diri dengan Tuhan, tiba-tiba dia tersadar bahwa Tuhan pasti memiliki rencanaNya dibalik semua ini. Hal ini membuatnya lebih tabah. Pasangan ini berusaha keras untuk menerima fakta ini. Mereka mencari informasi di internet, pergi ke perpustakaan, bertemu dengan banyak dokter, untuk mempelajari lebih banyak tentang masalah bayi mereka. Satu hal yang mereka temukan adalah bahwa mereka tidak sendirian. Banyak pasangan lainnya yang juga mengalami situasi yang sama, dimana bayi mereka tidak dapat hidup lama. Mereka juga menemukan bahwa beberapa bayi akan mampu bertahan hidup, bila mereka mampu memperoleh donor organ dari bayi lainnya. Sebuah peluang yang sangat langka. Siapa yang mau mendonorkan organ bayinya ke orang lain ? Jauh sebelum bayi mereka lahir, pasangan ini menamakan bayinya, Jeffrey dan Anne. Mereka terus berdo’a kepada Tuhan. Pada mulanya,mereka memohon keajaiban supaya bayinya sembuh. Kemudian mereka tahu, bahwa mereka seharusnya memohon agar diberikan kekuatan untuk menghadapi apapun yang terjadi, karena mereka yakin Tuhan punya rencanaNya sendiri.


Keajaiban terjadi, dokter mengatakan bahwa Anne cukup sehat untuk dilahirkan, tetapi ia tidak akan bertahan hidup lebih dari 2 jam. Sang istri kemudian berdiskusi dengan suaminya, bahwa jika sesuatu yang buruk terjadi pada Anne, mereka akan mendonorkan organnya. Ada dua bayi yang sedang berjuang hidup dan sekarat, yang sedang menunggu donor organ bayi. Sekali lagi, pasangan ini berlinangan air mata. Mereka menangis dalam posisi sebagai orang tua, dimana mereka bahkan tidak mampu menyelamatkan Anne. Pasangan ini bertekad untuk tabah menghadapi kenyataan yg akan terjadi.


Hari kelahiran tiba. Sang istri berhasil melahirkan kedua bayinya dengan selamat. Pada momen yang sangat berharga tersebut, sang suami menggendong Anne dengan sangat hati-hati, Anne menatap ayahnya, dan tersenyum dengan manis. Senyuman Anne yang imut tak akan pernah terlupakan dalam hidupnya. Tidak ada kata-kata di dunia ini yang mampu menggambarkan perasaan pasangan tersebut pada saat itu. Mereka sangat bangga bahwa mereka sudah melakukan pilihan yang tepat (dengan tidak mengaborsi Anne), mereka sangat bahagia melihat Anne yang begitu mungil tersenyum pada mereka, mereka sangat sedih karena kebahagiaan ini akan berakhir dalam beberapa jam saja. Kakak Anne, Jeffrey Pun menangis…


Sungguh tidak ada kata-kata yang dapat mewakili perasaan pasangan tersebut. Mungkin hanya dengan air mata yang terus jatuh mengalir, air mata yang berasal dari jiwa mereka yang terluka..

Baik sang kakek, nenek, maupun kerabat famili memiliki kesempatan untuk melihat Anne. Keajaiban terjadi lagi, Anne tetap bertahan hidup setelah lewat 2 jam. Memberikan kesempatan yang lebih banyak bagi keluarga tersebut untuk saling berbagi kebahagiaan. Tetapi Anne tidak mampu bertahan setelah enam jam…..


Para dokter bekerja cepat untuk melakukan prosedur pendonoran organ. Setelah beberapa minggu, dokter menghubungi pasangan tersebut bahwa donor tersebut berhasil. Dua bayi berhasil diselamatkan dari kematian. Pasangan tersebut sekarang sadar akan kehendak Tuhan. Walaupun Anne hanya hidup selama 6 jam, tetapi dia berhasil menyelamatkan dua nyawa. Bagi pasangan tersebut, Anne adalah pahlawan mereka, dan sang Anne yang mungil akan hidup dalam hati mereka selamanya…


SESUNGGUHYA, tidaklah penting berapa lama kita hidup, satu hari ataupun bahkan seratus tahun. Hal yang benar-benar penting adalah apa yang telah kita lakukan selama hidup kita, yang bermanfaat bagi orang lain.