cepat hamil

Sabtu, 31 Desember 2011

Kisah Inspiratif : PAMAN BUN, PAMAN KAMI TERCINTA



Paman Bun adalah pamanku yang sangat mempesona. Meski dia tidak sering berkunjung , namun disetiap kali kunjungannya ke rumah masa kecil saya , paman selalu membawa kegembiraan dan
mengubah segalanya menjadi menyenangkan dengan sangat ajaib.

Saya adalah salah  satu dari delapan anak sebuah keluarga kecil didesa, dan sebagian besar kegembiraan kami datang dari membuat pie dari lumpur
, bermain dengan anak2 ayam dan anjing gembala, serta membangun rumah-rumahan di kandang ayam bekas.

Di mata kami, Paman Bun adalah seorang penjelajah dunia.
Setiap kali ia datang untuk berkunjung, ia akan menceritakan kisah-kisah tentang tempat-tempat yg dia kunjungi  dan orang-orang yg dia temui . 
Dia membawa kami semua kepada perspektif baru pada kehidupan. 

Setiap kali kunjungan, dia akan  memiliki
hadiah yang indah bagi kami  masing-masing-dan seringkali kami akan diajak ke
 kota terdekat  di mana dia akan membeli sekantung besar cokelat dan permen berbagai rasa. 
Kami akan pulang menyeret tas yang tampak besar sekali ketika aku masih seorang gadis kecil.

Namu begitu, kami tidak pernah bisa menebak kapan pastinya Paman Bun akan berkunjung lagi. Saya rasa  fakta bahwa "karier" nya-atau apa pun itu- telah membuatnya terlalu sibuk untuk merencanakan jadwal yang rutin.
Namun kadang-kadang, apabila dia tidak dapat berkunjung dalam beberapa bulan , ia akan mengirim sebuah kotak besar penuh kejutan khusus,  penuh dengan hal yang kami  tidak pernah lihat sebelumnya. 
Rasanya tidak ada anak-anak yg pernah lebih senang dari pada kami, seperti saat kami dengan gembira membongkar kardus penuh harta karun coklat dan hadiah cinta.

Aku  selalu  berpikir betapa kaya Paman Bun dapat  berkunjung dan
membeli hal-hal mewah tersebut untuk kami . Aku tidak tahu pastinya kehidupan pribadi  paman Bun,  tetapi membandingkannya dengan ayahku, paman tampak lebih menarik dan murah hati .
 ayahku sendiri adalah pria  sederhana dengan kehidupan yg sederhana.
Ia bekerja di tambang sebagai pemimpin dan mengambil pekerjaan tambahan ketika ia sedang libur. Ayah bekerja amat keras dalam rangka untuk mempertahankan ekonomi rumah tangga, menghidupi  istri dan anak-anaknya. 

Saya mencintai ayah saya, dan saya tahu ia orang baik. 
Namun hidupnya menurut saya  terlalu datar dibandingkan dengan
 saudaranya,.
Paman Bun   selalu riang dengan binar ceria selalu ada di matanya, senyum lebar, dan cerita menarik yg tidak pernah membosankan untuk kami dengar dari paman.

Paman Bun selalu menelepon ayah kami satu atau dua hari sebelum kunjungannya, dan Ayah akan segera menutup telepon dengan senyum mengembang dan memberitahu siapa yang akan datang.
Mendengar itu kegembiraan akan mulai dibangun dan rasanya kami tidak sabar untuk menyambutnya datang.

Apa yang saya tidak tahu sebagai seorang anak adalah bahwa, ketika Paman Bun akan datang , Ayah akan melaju ke kota dan meweselkan  uang kepada paman dari tabungan kecil yg selalu ia sisihkan dari gajinya. 
Setiap sen yang dihabiskan paman Bun untuk kami dimasa kecil itu benar-benar datang dari
ayah. 
Selama bertahun-tahun, potongan-potongan mozaik mulai jatuh ke tempatnya: Kehidupan paman dalam pengembaraannya dikota sangat pas-pasan , bahkanPaman Bun  dalam perjalanan kerumah kami dengan kereta api ,akan naik tanpa tiket  bergantungan di bagian belakang gerbong barang, demikian cerita orang - orang yg seperjalanan dengan paman.

Aku tidak  pernah tahu mengapa Paman Bun memilih untuk hidup dengan cara yang dia lakukan, atau mengapa ayah saya terus menjaga rahasianya bertahun-tahun sampai kami cukup besar. 

Apa yang saya tahu adalah bahwa, dalam
situasi di mana ayah  akan sangat mudah untuk mengambil penghargaan sendiri dari kami anak-anaknya , namun yg
Ayah saya lakukan adalah sebaliknya. Ayah tidak  egois selama bertahun-tahun, dengan memberi kesempatan kepada paman untuk menjadi bagian keluarga yg dicintai dan kehadirannya dinantikan. 

Melalui Paman Bun, Ayah memberi kami hadiah dari tempat-tempat yang belum pernah kami datangi.Dan melalui kami, Paman Bun menikmati perannya sebagai bagian dari keluarga dan menerima kasih sayang yg  ia tidak lihat dalam kehidupannya diluar yang keras dan kesepian . 

Dan dari ayah saya, yang tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun, saya belajar melihat cinta dari sudut yg tidak egois ….cinta yang mampu menumbuhkan cinta diantara orang2 yg dicintainya , itulah yg disebut cinta tak bersyarat .


Kisah ini diambil dari sebuah kisah nyata yang ditulis dalam sebuah buku "Stories for the family's heart" by Alice Gray.

Senin, 26 Desember 2011

Video Inspiratif : KASIH SAYANG AYAH UNTUK ANAKNYA


Kisah pengorbanan seorang ayah kepada anaknya.. BIKIN NANGIS NI...


Seorang Ayah yang Tuli dan bisu dengan anak perempuannya.




Gak ada orangtua yang sempurna, yang ada adalah cinta orang tua kita yang sempurna....


Minggu, 25 Desember 2011

Kisah Inspiratif :KISAH ANAK PALING BODOH DAN UANG LIMARATUS RUPIAH


Ketika seorang pengusaha sedang memotong rambutnya pada tukang cukur yang berdomisili tak jauh dari kantornya, mereka melihat ada seorang anak kecil berlari-lari dan melompat-lompat di depan mereka.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGKPGDKNWPUEYfDzlq-1YVCgDiZRS8sOJODwaSAKLhXxOR4QpZDmPu2v8Kto4_Tf3IykwwVkYXtabRnnGRNopPS9qxdP2Xsq-YOo7GgBS2x6uWXVpxM563e4v_5xlmSYU_b9FxiilJY7M/s320/500.jpg
Spoiler for Percakapan:
Tukang cukur berkata, "Itu Bejo, dia anak paling bodoh di dunia"

"Apa iya?" jawab pengusaha

Lalu tukang cukur memanggil si Bejo, ia lalu merogoh kantongnya dan mengeluarkan lembaran uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu menyuruh Bejo memilih,
"Bejo, kamu boleh pilih & ambil salah satu uang ini, terserah kamu mau pilih yang mana, ayo nih!"

Bejo melihat ke tangan Tukang cukur dimana ada uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu dengan cepat tangannya bergerak mengambil uang Rp. 500.

Tukang cukur dengan perasaan benar dan menang lalu berbalik kepada sang pengusaha dan berkata,
"Benar kan yang saya katakan tadi, Bejo itu memang anak terbodoh yang pernah saya temui. Sudah tak terhitung berapa kali saya lakukan tes seperti itu tadi dan ia selalu mengambil uang logam yang nilainya paling kecil."

Setelah sang pengusaha selesai memotong rambutnya, di tengah perjalanan
pulang dia bertemu dengan Bejo. Karena merasa penasaran dengan apa yang

dia lihat sebelumnya, dia pun memanggil Bejo lalu bertanya, "Bejo, tadi saya melihat sewaktu tukang cukur menawarkan uang lembaran Rp. 1000 dan Rp.

500, saya lihat kok yang kamu ambil uang yang Rp. 500, kenapa tak ambil yang Rp. 1000, nilainya kan lebih besar 2 kali lipat dari yang Rp. 500?"

Bejo pun berkata, "Saya tidak akan dapat lagi Rp. 500 setiap hari, karena tukang cukur itu selalu penasaran kenapa saya tidak ambil yang seribu. Kalau saya ambil yang Rp. 1000, berarti permainannya akan selesai..."


YANG PALING PENTING !
Spoiler for PESAN TS:

Banyak orang yang merasa lebih pintar dibandingkan orang lain, sehingga mereka sering menganggap remeh orang lain. Ukuran kepintaran seseorang hanya TUHAN yang mengetahuinya. Alangkah bijaksananya kita jika tidak menganggap diri sendiri lebih pintar dari orang lain.


Jumat, 23 Desember 2011

Kisah Inspiratif : MOBIL BARU DARI KAKAK



Teman -teman kisah dibawah ini adalah tentang kasih sayang seorang kakak kepada adiknya , kisahnya sangat menyentuh hati dan menginspirasi......



Roy Angel adalah ustadz dikota kecil yang memiliki kakak seorang milyuner. Pada tahun 2009, ketika bisnis minyak bumi sedang mengalami puncak, kakaknya menjual padang rumput di Texas pada waktu yang tepat dengan harga yang sangat tinggi. Seketika itu kakak Roy Angel menjadi kaya raya.

Setelah itu kakak Roy Angel menanam saham pada perusahaan besar dan memperoleh untung yang besar. Kini dia tinggal di apartemen mewah di Jakarta dan memiliki kantor di Di sana.

Seminggu sebelum Hari raya, kakaknya menghadiahi Roy Angel sebuah mobil baru yang mewah dan mengkilap.

Suatu pagi seorang anak gelandangan menatap mobil barunya dengan penuh kekaguman.
"Hai.. nak" sapa Roy,Anak itu melihat pada Roy dan bertanya "Apakah ini mobil Tuan?"
 "Ya," jawab Roy singkat.
"Berapa harganya Tuan?"
"Sesungguhnya saya tidak tahu harganya berapa".
"Mengapa Tuan tidak tahu harganya, bukankan Tuan yang punya mobil ini?" Gelandangan kecil itu bertanya penuh heran.
"Saya tidak tahu karena mobil ini hadiah dari kakak saya"

Mendengar jawaban itu mata anak itu melebar dan bergumam, "Seandainya. ...seandainya. ..." Roy mengira ia tahu persis apa yang didambakan anak kecil itu.
"Anak ini pasti berharap memiliki kakak yang sama seperti kakakku."
Ternyata Roy salah menduga, saat anak itu melanjutkan kata-katanya: "Seandainya. .. seandainya saya dapat menjadi kakak seperti itu....." Dengan masih terheran-heran Roy mengajak anak itu berkeliling dengan mobilnya.

Anak itu tak henti-henti memuji keindahan mobilnya. Sampai satu kali anak itu berkata, "Tuan bersediakah mampir ke rumah saya ? Letaknya hanya beberapa blok dari sini".
Sekali lagi Roy mengira dia tahu apa yang ingin dilakukan anak ini.
"Pasti anak ini ingin memperlihatkan pada teman-temannya bahwa ia telah naik mobil mewah." pikir Roy . "OK, mengapa tidak", kata Roy sambil menuju arah rumah anak itu.

Tiba di sudut jalan si anak gelandangan memohon pada Roy untuk berhenti sejenak, "Tuan, bersediakah Tuan menunggu sebentar? Saya akan segera kembali".
Anak itu berlari menuju rumah gubuknya yang sudah reot. Setelah menunggu hampir sepuluh menit, Roy mulai penasaran apa yang dilakukan anak itu dan keluar dari mobilnya, menatap rumah reot itu.

Pada waktu itu ia mendengar suara kaki yang perlahan-lahan. Beberapa saat kemudian anak gelandangan itu keluar sambil menggendong adiknya yang lumpuh.
Setelah tiba di dekat mobil anak gelandangan itu berkata pada adiknya: "Lihat... seperti yang kakak bilang padamu. Ini mobil terbaru. Kakak Tuan ini menghadiahkannya pada Tuan ini. Suatu saat nanti kakak akan membelikan mobil seperti ini untukmu".

Bukan karena keinginan seorang anak gelandangan yang hendak menghadiahkan mobil mewah untuk adiknya yang membuat Roy tak dapat menahan haru pada saat itu juga, tetapi karena ketulusan kasih seorang kakak yang selalu ingin memberi yang terbaik bagi adiknya. Seandainya saya dapat menjadi kakak seperti itu.

Kisah ini diambil dari sebuah kisah nyata yang ditulis dalam sebuah buku "Stories for the family's heart" by Alice Gray.
MrDr likes this.

Minggu, 18 Desember 2011

Kisah inspiratif : MULIANYA IBU SUNGGUH TAK TERBALAS


Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, hanya tinggal ibunya yang sudah tua dan anak laki-lakinya saja yang saling menopang.

Ibunya bersusah payah membesarkan seorang anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, anaknya tersebut hanya diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih sayang menunggui anaknya sambil menjahitkan baju untuk sang anak.

Saat memasuki musim gugur, adalah waktu bagi anaknya untuk memasuki sekolah menengah atas. Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah. Di sekolah itu, setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa 30 kg beras untuk dibawa ke kantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibunya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut.

Berkatalah ia kepada ibunya: " Bu, saya mau berhenti sekolah saja dan membantu ibu bekerja disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata : "Niat kamu sungguh mulia nak, kamu memiliki niat seperti itu saja ibu sudah senang, tetapi kamu tetap harus sekolah. Jangan khawatirkan ibu ya nak. Cepatlah pergi daftarkan ke sekolah nanti berasnya biar ibu yang akan mengantarkannya kesana".

Karena anaknya tetap bersikeras tidak mau mendaftar ke sekolah, ibunya pun menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh ibunya. Dengan berat hati, akhirnya anaknya pergi juga kesekolah. Ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.

Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari pundaknya, pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya lalu mengambil segenggam beras tersebut dan menimbangnya. Tiba tiba dia berkata : " Hai wali murid, kami tidak menerima beras yang isinya campuran beras dan gabah. Jangan menganggap kantin saya ini tempat penampungan beras campuran". Begitu malu nya sang ibu ini, hingga tak henti hentinya berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tadi.

Awal bulan berikutnya ibu ini memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. seperti biasanya beras tersebut diteliti oleh pengawas. Dengan alis yang mengerut, ibu pengawas berkata: "Masih dengan beras yang sama". Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya".

Sang ibu sedikit takut dan berkata : "Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata : "Berapa luas sawah yang ibu kerjakan, sehingga berasnya bisa bermacam macam seperti ini". Mendengar sindiran pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.

Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali ke sekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai wali murid kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu !"

Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis".

Mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dilihatnya ibu tua tadi duduk diatas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak.

Ibu renta tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku sehingga mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi."

Selama ini saya tidak pernah memberi tahu sanak saudara yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih untuk mengatakannya pada anakku, aku takut melukai harga dirinya.

Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat, aku pergi ke pasar, tempat orang berjualan beras, hanya untuk mengemis beras beras yang tercecer di trotoarnya. Dengan susah payah aku mendatangi toko demi toko hanya utnuk mencari ceceran itu. Sampai hari sudah gelap, akupun pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sehingga sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul memenuhi syarat untuk diserahkan kesekolah.

Pada saat ibu tua itu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu."

Sang ibu buru- buru menolak dan berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."

Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi Qing hua dengan nilai 627 point.

Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang.

Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras. Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan sebuah kisah tentang seorang ibu yang mengemis beras demi sekolah anaknya. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata kepada para hadirin seraya menunjuk pada ibu tadi : "Inilah sang ibu dalam cerita tadi."

Dan mempersilakan sang ibu yang luar biasa tersebut untuk naik keatas mimbar. Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat ke arah gurunya yang sedang menuntun ibunya berjalan keatas mimbar.

Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan ibu yang hangat dan lembut kepada anaknya membuat sang anak tak kuasa untuk menahan tangisnya, dipeluknya sosok tua dihadapannya itu dan merangkul erat ibunya sambil terisak seraya berkata: "Begitu mulianya engkau Ibu, sungguh aku tak bisa untuk membalasnya……

Kisah Inspiratif : MENANTI MAMA KEMBALI


Teman-teman kisah dibawah ini tentang seorang anak sangat percaya dengan kasih sayang ibunya .
Dua puluh tahun yang lalu aku melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Hasan, suamiku, memberinya nama Erik. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Aku berniat memberikannya kepada orang lain saja atau dititipkan di panti asuhan agar tidak membuat malu keluarga kelak.

Namun suamiku mencegah niat buruk itu. Akhirnya dengan terpaksa kubesarkan juga. Di tahun kedua setelah Erik dilahirkan, akupun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Kuberi nama Angel. Aku sangat menyayangi Angel, demikian juga suamiku. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan & membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.

Namun tidak demikian halnya dengan Erik. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Suamiku sebenarnya sudah berkali-kali berniat membelikannya, namun aku selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Suamiku selalu menuruti perkataanku.

Saat usia Angel 2 tahun, Suamiku meninggal dunia. Erik sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya aku mengambil sebuah tindakan yang akan membuatku menyesal seumur hidup. Aku pergi meninggalkan kampung kelahiranku bersama Angel. Erik yang sedang tertidur lelap kutinggalkan begitu saja.

Kemudian aku memilih tinggal di sebuah rumah kecil setelah tanah kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.......... telah berlalu sejak kejadian itu.

Kini Aku telah menikah kembali dengan Beni, seorang pria dewasa yang mapan. Usia pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Beni, sifat-sifat burukku yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang.

Angel kini telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkannya di asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Erik dan tidak ada lagi yang mengingatnya. Sampai suatu malam. Malam di mana aku bermimpi tentang seorang anak. Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arahku. Sambil tersenyum ia berkata, "Tante, Tante kenal mama caya? caya lindu cekali cama Mama!"

Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun aku menahannya,
"Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?"
"Nama caya Elik, Tante."
"Erik? Erik... Ya Tuhan! Kau benar-benar Erik?"

Aku langsung tersentak bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpaku saat itu juga. Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu, seperti sebuah film yang sedang diputar di kepala. Baru sekarang aku menyadari betapa jahatnya perbuatanku dulu. Rasanya seperti mau mati saja saat itu.

Ya, sepertinya saya memang harus mati..., mati..., mati... Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Erik melintas kembali di pikiranku. Ya Erik, Mama akan menjemputmu Erik...sabar ya nak...."

Sore itu aku memarkir mobil biruku di samping sebuah gubuk, dan Beni suamiku dengan pandangan heran menatapku dari samping. "Maryam, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Oh, suamiku, kau pasti akan membenciku setelah kuceritakan hal yang telah kulakukan dulu." tetapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak.

Ternyata Tuhan sungguh baik kepadaku. Ia telah memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangisku reda, aku pun keluar dari mobil diikuti oleh suami dari belakang. Mataku menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter didepan. Aku mulai teringat betapa gubuk itu pernah kutempati beberapa tahun lamanya dan Erik..... Erik......

Aku meninggalkan Erik di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih aku pun berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apa pun! Perlahan mataku mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu.

Namun aku tidak menemukan siapa pun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain bututtergeletak di lantai tanah. Aku mengambil seraya mengamatinya dengan seksama... Mataku mulai berkaca-kaca, aku mengenali betul potongan kain tersebut, itu bekas baju butut yang dulu dikenakan Erik sehari-hari, baju butut yang kadang aku sendiri jijik mencucinya......

Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, aku pun keluar dari ruangan itu... Air mataku mengalir dengan deras. Saat itu aku hanya diam saja. Sesaat kemudian aku dan suami mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, tiba - tiba aku melihat seseorang di belakang mobil kami. Aku sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.

Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali aku tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau ke sini?!"

Dengan memberanikan diri, aku pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama Erik yang dulu tinggal di sini?"

Tiba - tiba Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk! Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Erik terus menunggu ibunya seraya memanggil, 'Mamaaa..., Mamaaa!'

Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan & mengajaknya tinggal bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Erik meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu....."

Saya pun membaca tulisan di kertas itu...
"Mama, mengapa Mama tidak pernah kembali lagi...? Mama benci ya sama Erik? Ma...., biarlah Erik yang pergi saja, tapi Mama harus berjanji ya, kalau Mama tidak akan benci lagi sama Eric. Udah dulu ya Ma, Erik sayaaaang sama Mama, ......"

Aku menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan... katakan di mana ia sekarang? Aku berjanji akan meyayanginya sekarang! Aku tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!" Suamiku memeluk tubuhku yang bergetar sangat keras.

"Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Erik telah meninggalkan dunia. Ia meninggal persis di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mama-nya datang, Mama-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana ...

Ia hanya berharap dapat melihat Mamanya dari belakang gubuk ini... Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya disana. Nyonya, dosa Anda sungguh tidak terampuni!"

Aku kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi.

Jumat, 16 Desember 2011

Foto inspiratif : LAYAKKAH KITA TERUS MENGELUH

Jika kamu merasa pekerjaan Kamu sangatlah berat, bagaimana dengan dia??


Bila Kamu merasa gaji Kamu sangat sedikit, bagaimana dengan anak yg malang ini??


Jika Kamu merasa belajar adalah sebuah beban, contohlah semangat anak ini.


Jika kamu sempat merasa putus asa, ingatlah orang ini!


Pantaskah kita mengeluh tentang makanan disaat ia sedang membayangkan makan happy meal??


Jika Kamu merasa hidup Kamu sangat menderita, apakah Kamu juga merasakan penderitaan seperti orang ini??


Jika Kamu merasa hidup Kamu tidak adil, bagaimana dengan dia??


Di saat kita kecil dimanja dan di sayang, manjakah mereka??


Tidakah merasa bersalah kita masih selalu tidak mendengarkan bahkan melawan ibu kita?

Bukan komentar penyesalan yang admin minta buat menuh-menuhin kotak komentar, tapi berjanjilah para diri sendiri, lalu lakukan. Talk less do More! terima kasih sudah lihat postingan ini.. sebarkan juga ke teman, shabat, keluarga dan ke semua orang. Senangnya berbagi :)


Renungan Inspiratif : HATI YANG BERJARAK




Dikisahkan suatu hari sang guru bertanya kepada murid-muridnya; "Mengapa ketika seseorang sedang dalam keadaan marah, ia akan berbicara dengan suara kuat atau berteriak?"
Seorang murid setelah berpikir cukup lama mengangkat tangan dan menjawab;"Karena saat seperti itu ia telah kehilangan kesabaran, karena itu ia lalu berteriak."Tapi..." sang guru balik bertanya, "lawan bicaranya justru berada disampingnya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tak dapat berbicara secara halus?"

Hampir semua murid memberikan sejumlah alasan yang dikira benar menurut pertimbangan mereka. Namun tak satupun jawaban yang memuaskan. ..



Sang guru lalu berkata; "Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara ke dua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin pula mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi."

Sang guru masih melanjutkan; "Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta? Mereka tak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apapun, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas. Mengapa demikian?" Sang guru bertanya sambil memperhatikan para muridnya. Mereka nampak berpikir amat dalam namun tak satupun berani memberikan jawaban. "Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak. Pada akhirnya sepatah katapun tak perlu diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka sampaikan."
Sang guru masih melanjutkan;


"Ketika anda sedang dilanda kemarahan, janganlah hatimu menciptakan jarak. Lebih lagi hendaknya kamu tidak mengucapkan kata yang mendatangkan jarak di antara kamu. Mungkin di saat seperti itu, tak mengucapkan kata-kata mungkin merupakan cara yang bijaksana. Karena waktu akan membantu anda."==

Selasa, 06 Desember 2011

Kisah inspiratif : TUHAN BELUM SELESAI DENGAN SAYA



Jika anda mengenal seorang wanita yang sedang hamil, yang telah mempunyai 8 anak, tiga diantaranya tuli, dua buta, satu mengalami gangguan mental dan wanita itu sendiri mengidap sipilis, apakah anda akan menyarankan untuk menggugurkan kandungannya?

Jika anda menjawab ya, maka anda baru saja membunuh satu komponis masyhur dunia. Karena anak yang dikandung oleh sang ibu tersebut adalah Ludwig Van Beethoven.

dan…..
Sekarang adalah waktunya untuk memilih seorang pemimpin dunia dan keputusan anda berpengaruh besar terhadap siapa yang akan menjadi pemenang. Berikut adalah fakta mengenai ketiga calon tersebut:

Calon A: dihubung-hubungkan dengan politisi jahat dan sering berkonsultasi dengan astrologis, punya dua istri muda, dia juga seorang perokok berat dan minum 8-10 botol martini setiap harinya.
Calon B: dipecat dua kali dari kantor, selalu bangun sore hari, pernah menggunakan narkoba waktu kuliah dan minum wiski tiap sore.
Calon C: dianggap pahlawan perang, vegetarian, tidak merokok, hanya sesekali minum bir, tidak pernah berselingkuh di luar perkawinannya.

Siapa di antara ketiga calon ini yang akan anda pilih? Anda mungkin tidak akan menduga siapa sebenarnya calon-calon ini.
Calon A adalah Franklin D. Roosevelt
Calon B adalah Winston Churchill
Calon C adalah Adolf Hitler
Sekali lagi sejarah mengajarkan untuk tidak menilai orang dari penampilan.


Kita tidak selalu tahu apa yang sedang dan masih mungkin terjadi di dalam hati seseorang. Di sanalah (di dalam hati), perjalanan yang sesungguhnya sedang terjadi.

Selama kita belum bisa melihat ke dalam hati seseorang dan belum bisa mengikuti proses-proses yang masih berlangsung di dalamnya (dan memang tidak akan pernah bisa), maka sebenarnya selama itulah kita tidak mempunyai hak apapun untuk menghakimi sesama kita.

Mungkin baik bagi kita membiasakan diri untuk melihat secara imajiner, bahwa di dada setiap orang terpampang sebuah kalimat “Tuhan belum selesai dengan saya”

Selasa, 29 November 2011

KISAH INSPIRATIF : PENYESALAN SEUMUR HIDUP

TEMAN -TEMAN KISAH  INI DIAMBIL DARI KUMPULAN KISAH DI NEGERI CINA, TENTANG PERJUANGAN DAN CINTA SEORANG AYAH TIRI....KISAHNYA SANGAT MENYENTUH HATI....SEMOGA BISA JADI RENUNGAN BAGI SETIAP ANAK AKAN CINTA AYAHNYA....

LANGSUNG SAJA YA BACA KISAHNYA DIBAWAH :

Ayah meninggal karena kanker paru-paru stadium akhir saat saya berusia 6 tahun. Beliau juga meninggalkan ibu dan adik saya yang masih berusia dua tahun. Sejak saat itu kehidupan kami sehari-hari sangat sulit. Setiap hari ibu bekerja membanting tulang di sawah hanya cukup menyelesaikan masalah perut saja.
Saat saya berusia 9 tahun, ibu menikah dengan seorang pria dan menyuruh kami memanggilnya ayah. Pria tersebut adalah ayah tiri saya. Untuk selanjutnya dia yang menopang keluarga kami.

Dalam ingatan masa kecil, ayah tiri saya seorang yang sangat rajin, dia juga sangat menyayangi ibu.Pekerjaan apa saja dalam keluarga yang membutuhkan tenaganya akan dia lakukan, selamanya tidak membiarkan ibu untuk campur tangan.

Sehari-hari ayah tiri adalah orang yang pendiam. Usianya kira-kira empat puluhan lebih, berperawakan tinggi dan kurus, tetapi bersemangat. Dahinya hitam, memiliki sepasang tangan besar yang kasar, di wajahnya yang kecoklatan terdapat sepasang mata kecil yang cekung.

Ayah tiri saya mempunyai suatu kebiasaan, tidak peduli pergi kemana pun, diatas pinggangnya selalu terselip sebatang pipa rokok antik berwarna coklat kehitaman. Setiap ada waktu senggang dia selalu menghisap rokok menggunakan pipa itu. Sejak dulu saya tidak suka dengan perokok, oleh karenanya saya juluki dia dengan sebutan “setan perokok”.

Dalam ingatan saya, ayah tiri selalu tenang dalam menghadapi segala persoalan, tidak peduli besar kecilnya permasalahan selalu dihadapinya dengan santai. Namun hanya karena sebatang pipa rokok, ayah tiri telah memberikan saya sebuah tamparan yang sangat keras.

Teringat waktu itu ayah tiri baru saja menjadi anggota keluarga kurang lebih setengah tahun, suatu hari saya mencuri pipa rokoknya untuk saya sembunyikan. Hasilnya, ayah tiri selama beberapa hari merasa gelisah dan tak tenang, sepasang matanya merah laksana berdarah. Akhirnya karena saya diinterogasi dengan keras oleh ibu, dengan berat hati saya menyerahkan pipa rokok itu.

Ketika saya menyerahkan pipa itu kehadapan ayah tiri, dia menerimanya dengan tangan gemetaran dan tak lupa dia memberikan saya satu tamparan keras, kedua matanya berlinangan air mata.

Saya sangat ketakutan dan menangis, ibu menghampiri dan memeluk kepala saya lalu berkata, “Lain kali jangan pernah menyentuh pipa rokok itu, mengertikah kamu? Pipa itu adalah nyawanya!”

Setelah kejadian itu, pipa rokok itu menjadi penuh misteri bagiku. Saya berpikir, “Ada apa dengan pipa itu sehingga membuat ayah tiri bisa meneteskan air mata? Pasti ada sebuah kisah tentangnya.”

Mungkin tamparan itu telah menyebabkan dendam terhadap ayah tiri, tidak peduli bagaimanapun jerih payah pengorbanannya, saya tidak pernah menjadi terharu. Sejak usia belia, saya selalu berpendapat ayah tiri sama jahatnya seperti ibu tiri dalam dongeng Puteri Salju. Sikap saya terhadap ayah tiri sangat dingin, acuh tidak acuh, lebih-lebih jangan harap menyuruh saya memanggil dia “ayah”.

Tapi ada sebuah peristiwa yang membuat saya mulai ada sedikit kesan baik terhadap ayah tiri.

Suatu hari ketika saya baru pulang dari sekolah, begitu masuk rumah segera melihat kedua tangan ibu memegangi perut sambil berteriak kesakitan. Ibu bergulung-gulung di ranjang, butiran besar keringat dingin bercucuran di wajahnya yang pucat.

Celaka! Penyakit maag ibu kambuh lagi! Saya dan adik menangis mencari ayah tiri yang bekerja disawah. Mendengar penuturan kami, dia segera membuang cangkul ditangannya, sandal pun tak sempat dia pakai. Sesampai dirumah tanpa berkata apapun segera mengendong ibu kerumah sakit seperti orang sedang kesurupan. Ketika ibu dan ayah tiri kembali kerumah, hari sudah larut malam, ibu kelelahan tertidur pulas diatas pundak ayah tiri.

Melihat kami berdua, ayah tiri dengan nafas tersengal-sengal, tertawa dan berkata kepada kami, “Beres, sudah tidak ada masalah. Kalian pergilah tidur, besok masih harus bersekolah!” Saya melihat butiran keringat sebesar kacang berjatuhan bagai butiran mutiara yang terburai, jatuh pada sepasang kaki besarnya yang penuh tanah.

Kesengsaraan yang saya alami dimasa kecil, membuat saya memahami penderitaan seorang petani. Saya menumpahkan segala harapan saya pada ujian masuk ke Universitas. Tetapi pertama kali mengikuti ujian, saya mengalami kegagalan.

“Bu, saya sangat ingin mengulang satu tahun lagi,” pinta saya pada ibu.

“Nak, kamu tahu sendiri keadaan ekonomi kita, adikmu juga masih sekolah di SMA, kesehatan ibu juga tidak baik, pengeluaran dalam keluarga semua menggantungkan ayahmu. Lihatlah sendiri ada berapa gelintir orang di desa ini yang mengenyam pendidikan SMA? Ibu berpendapat kamu pulang kerumah untuk membantu ayahmu!”

Tetapi saya sudah menetapkan niat, bersikap teguh tidak mau mengalah. Saat itu ayah tiri tidak mengatakan apa-apa, dia duduk dihalaman luar menghisap rokok dengan pipa kesayangannya. Saya tak tahu didalam benaknya sedang memikirkan apa.

Keesokan harinya ibu berkata kepada saya, “Ayah setuju kamu menuntut ilmu lagi selama satu tahun, giatlah belajar!”

Ayah tiri menjadi orang yang pertama kali menerima dan membaca surat penerimaan mahasiswa saya. “Bu, anakmu diterima diperguruan tinggi!” teriaknya.

Saya dan ibu berlari keluar dari dapur. Ibu melihat dan membolak-balik surat panggilan itu meski satu huruf pun dia tidak mengenalinya. Tetapi kegembiraan itu tersirat dari tingkah lakunya. Malam itu tak tahu mengapa ayah tiri sangat gembira hingga bicaranya juga banyak.

Saya mengambil botol arak dimeja makan dan dengan sikap sangat hormat menuangkan arak itu satu gelas penuh untuk ayah tiri. Hitung-hitung sebagai rasa terima kasih atas jerih payahnya selama satu tahun! Dengan takjub ayah tiri memandang kearah saya, wajahnya penuh dengan kegembiraan. Sekali mengangkat gelas dan meneguk habis, mulutnya tak henti-hentinya berkata, “Patut, sangat patut sekali!”

Tetapi untuk selanjutnya biaya uang sekolah perguruan tinggi sejumlah 4.000 yuan itu membuat keluarga cemas. Ibu mengeluarkan segenap uang tabungannya serta menjual dan meminjam kesana kemari, tetap masih kurang 500 yuan.

Bagaimana ini? Kuliah akan dimulai satu hari lagi. Saat makan malam, hidangan diatas meja tidak ada seorang pun yang menyentuhnya. Ibu menghela napas panjang sedangkan ayah tiri berada disampingnya sambil merokok, sibuk memperbaiki alat tani ditangannya, saya tidak tahu mengapa hatinya begitu tenang? Suara napas ibu membuat hati saya hancur luluh lantak.

“Sudahlah saya tidak mau kuliah! Apa kalian puas?” Saya berdiri dengan gusar, dan bergegas masuk kamar, merebahkan diri di ranjang lalu mulai menangis…….. Saat itu saya merasakan ada satu tangan besar yang keras menepuk-nepuk pundak saya, “Sudah dewasa masih menangis, besok ayah pergi berusaha, kamu pasti bisa kuliah.”

Malam itu ayah membawa pipa rokoknya, menghisap seorang diri dihalaman rumah hingga larut malam, percikan api rokok yang sekejap terang dan gelap menyinari wajahnya yang banyak mengalami pahit getir kehidupan. Dia memincingkan sepasang mata, raut wajahnya menyembunyikan perasaan dan sangat berat. Kepulan asap rokok dengan ringan menyebar didepan matanya, mengaburkan pandangan, tiada seorang pun tahu apa yang sedang dia pikirkan, tetapi yang pasti dalam hatinya tidak tenang.

Keesokan hari ibu memberitahu saya bahwa ayah tiri pergi ke kabupaten. “Pergi untuk apa?” Percikan bunga api dari harapan hati saya tersirat keluar.

“Dia bilang pergi kekota mencari teman menanyakan apakah bisa pinjami uang.”

“Apa usaha temannya?” Ibu menggelengkan kepala, mulutnya bergumam, “Tidak tahu.”

Hari itu saya menunggu didepan desa, memandang kearah jalan kecil yang berkelok-kelok. Untuk kali pertama perasaan hati saya ada semacam dorongan ingin bertemu ayah tiri, dan untuk kali pertama saya merasakan berharganya sosok ayah tiri dalam jiwa saya, masa depan saya tergantung pada dirinya.

Hingga malam saya baru melihat ayah tiri pulang. Saat saya melihat wajahnya yang penuh senyuman, hati saya yang selalu cemas, akhirnya bisa merasa lega. Ibu bergegas mengambil seember air hangat untuk merendam kakinya. “Celupkanlah kakimu, berjalan pulang pergi 40 kilometer perjalanan cukup membuat lelah.” Dengan lembut ibu berkata kepada ayah tiri.

Saya mengamati wajah ayah tiri dengan saksama, dan menemukan bahwa dia bukan lagi seorang pria yang masih kuat dan kekar seperti dulu. Wajahnya pucat pasi dan bibir membiru, dahinya hitam penuh dengan kerutan, rambut pendek serta tangan kurus bagaikan kayu bakar, penuh dengan tonjolan urat hijau.

Memang benar, ayah tiri sudah tua. Dengan hati-hati ibu melepaskan sepasang sepatunya yang hampir rusak. Dibawah sinar temaram lampu neon, terlihat sebuah benjolan darah besar yang sudah membiru masuk dalam pandangan saya, tak tertahankan hati saya merasa bersedih, air mata saya diam-diam menetes keluar……..

Keesokan hari ketika saya berangkat kuliah, ayah tiri mengatakan dia tidak enak badan, diluar dugaan dia tidak bisa bangun dari tempat tidur. Dalam perjalanan mengantar saya kuliah ibu berkata, “Nak, kamu sudah dewasa, diluar sana semuanya tergantung pada diri sendiri. Sebenarnya ayah tirimu itu sangat menyayangimu, dia sangat mengharapkanmu memanggilnya ayah! Tetapi kamu……”

Suara ibu sesenggukan, saya menggigit bibir dengan suara lirih berkata, “Lain kali saja, Bu!” 

Setiap kali membayar uang kuliah, ayah tiri pasti pergi ke kota untuk meminjam uang. Ketika liburan musim dingin dan panas tiba, saya jarang berbicara dengan ayah tiri dirumah, dia sendiri juga jarang menanyakan keadaan saya. Tetapi kegembiraan ayah tiri bisa dirasakan setiap orang.

Setiap kali kembali ketempat kuliah, ayah tiri pasti akan mengantar sampai ketempat yang cukup jauh. Sepanjang perjalanan dia kebanyakan hanya menghisap pipa rokoknya. Semua kata-kata yang ingin saya utarakan kepadanya tidak tahu harus dimulai dari mana.

Sebenarnya dalam hati kecil sejak dulu sudah menerimanya seperti ayah kandung, cinta kasih kadang kala sangat sulit untuk diutarakan! Dengan demikian saya selalu tidak bisa merealisasikan janji saya terhadap ibu.

Pada liburan tahun baru, rumah terkesan ramai sekali. Saat itu saya sudah kuliah di semester-6. Adik meminta saya bercerita tentang hal-hal menarik di kota, ayah tiri duduk dibelakang ibu, sibuk mengeluarkan abu tembakau setelah itu memasukkan tembakau kedalam pipa, wajahnya penuh dengan senyum kebahagiaan. Saya bercerita tentang keadaan kota, adik membelalakkan mata dengan penuh rasa ingin tahu.

“Ah, teman sekelas kakak kebanyakan sudah mempunyai ponsel dan laptop, sedangkan kakak sebuah arloji pun tidak punya.......” Pada akhirnya saya mengeluh dengan nada bergumam. Saat itu saya melihat wajah ayah tiri sedikit tegang, segera ada perasaan menyesal telah mengucapkan perkataan itu.

Saat liburan usai saya harus meninggalkan rumah kembali kuliah. Seperti biasa ayah tiri mengantar kepergian saya. Sepanjang perjalanan beberapa kali ayah tiri memanggil saya, tetapi ketika saya menanggapi, dia membatalkan berbicara, sepertinya mempunyai beban pikiran yang sangat berat. Saya sangat berharap ayah tiri bisa memulai topik pembicaraan, agar bisa berkomunikasi baik dengannya, namun saya selalu kecewa.

Ketika berpisah, ayah tiri berkata dengan kaku, “Saya tidak mempunyai kepandaian apa-apa, tidak bisa membuat hidup kalian bahagia, saya sangat menyesalinya. Jika engkau sukses kelak, harus berbakti pada ibumu, biarkan dia bisa menikmati hari tua dengan bahagia…” Saya menerima koper baju yang disodorkannya.

Tiba-tiba saya melihat sepasang matanya berkaca-kaca. Hati saya menjadi trenyuh, mendadak merasakan ada semacam dorongan hati yang ingin memanggilnya “Ayah”, tetapi kata yang telah mengendap lama ini akan terlontar dari mulut, mendadak tertelan kembali. 

Ketika saya telah berjalan jauh, saya lihat ayah tiri masih berdiri ditempat itu sama sekali tak bergerak, bagaikan patung. Dalam hati saya berjanji: ketika pulang nanti, saya pasti akan memanggilnya “Ayah”. Namun kesempatan itu tak pernah saya dapatkan lagi. Saya tak mengira perpisahan kali ini untuk selamanya.

Dua bulan setelah itu saya mendapat kabar bahwa ayah tiri meninggal dunia. Bagaikan halilintar di siang bolong, benak saya menjadi kosong, serasa dunia ini sudah tiada lagi. Saya pulang dengan perasaan linglung, yang menyambut saya dirumah adalah pipa rokok berwarna coklat kehitaman yang tergantung di tembok.

“Satu-satunya hal yang paling disesali ayah adalah tidak seharusnya menamparmu, setiap kali mengantarmu kembali ke kampus, dia sangat ingin meminta maaf, tetapi ucapan itu selalu tak bisa keluar dari mulutnya. Sebenarnya masalah itu tidak bisa menyalahkan dirinya, kamu tidak tahu betapa sengsara hatinya, pipa itu adalah kesedihan seumur hidupnya!” Dengan hati pedih ibu bercerita.

Melihat benda peninggalan itu teringat pemiliknya, dengan hati-hati saya ambil pipa yang tergantung di tembok itu, pandangan mata saya kabur karena air mata, merasakan kesedihan yang menusuk hati. Ibu juga tergerak hatinya, dia lalu bercerita tentang misteri pipa rokok itu…

Tiga puluh tahun lalu, ayah tiri hidup saling bergantung dengan ayahnya. Ibu dengan ayah tiri adalah teman sepermainan sejak kanak-kanak. Setelah mereka tumbuh dewasa, mereka sudah tak terpisahkan lagi. Tetapi jalinan kasih mereka mendapatkan tentangan keras kakek, sebab keluarga ayah tiri terlalu miskin.

Karena ibu dan ayah tiri dengan tegas mempertahankan hubungan mereka, kakek terpaksa mengajukan sejumlah besar mas kawin kepada keluarga ayah tiri baru mau merestui pertunangan mereka.

Demi anak satu-satunya, ayah dari ayah tiri itu pergi bekerja di perusahaan penambangan batu bara. Malang tak dapat ditolak, terjadi kecelakaan di tambang itu. Dinding tambang runtuh dan menimbun sang ayah untuk selamanya. Barang peninggalan satu-satunya hanyalah pipa rokok kesayangannya semasa hidup.

Ayah tiri sangat sedih, seumur hidup orang yang paling dia hormati dan sayangi adalah ayahnya. Kemudian ayah tiri menyalahkan dirinya dan merasakan penyesalan yang mendalam hingga tak ingin hidup lagi.

Keesokan harinya dia diam-diam meninggalkan rumah dengan membawa pipa rokok itu, tak seorang pun tahu kemana perginya…

Dua tahun kemudian ayah tiri kembali lagi kekampung halamannya, tetapi ibu satu tahun sebelum ayah tiri kembali dipaksa untuk menikah dengan ayah kandung saya. Untuk selanjutnya ayah tiri tidak menikah, yang menemani hidupnya adalah sebatang pipa rokok yang tidak pernah lepas darinya.

Setelah ayah kandung saya meninggal, ayah tiri memberanikan diri menanggung segala tanggung jawab untuk menjaga ibu, saya dan adik. Sejak awal dia menolak mempunyai anak sendiri, dia berkata kami ini adalah anak kandungnya.

Selesai mendengarkan penuturan ibu, tak terasa wajah saya penuh dengan air mata. Sungguh tak menduga jika pipa rokok itu bukan hanya memiliki kisah berliku perjalanan cinta mereka, namun juga mengandung ingatan yang amat berat bagi seumur hidup ayah tiri!

“Ayah meninggal dunia karena pendarahan otak, sebelumnya dia sudah tidak bisa berbicara, hanya memandang Ibu dengan tangannya menunjuk ke arah kotak kayu. Ibu mengerti maksudnya hendak memberikan kotak kayu tersebut kepadamu. Didalam kotak itu terdapat beberapa lembar surat hutang, mungkin dia bermaksud menyuruhmu membayarkan hutangnya. Seumur hidupnya, dia tak ingin berhutang pada orang lain….”

Dengan sesenggukan saya menerima kotak kayu itu dan membukanya dengan perlahan. Ada delapan lembar kertas didalamnya. Saya membacanya dan terkejut bukan main, tubuh menjadi lemas terkulai diatas ranjang.

Ibu saya buta huruf, kertas-kertas yang ada dalam kotak itu bukan surat hutang seperti yang dikatakannya, melainkan tanda terima jual darah! Ayah tiri telah menjual darahnya! Kepala saya terasa pusing dan tangan saya lemas. Kotak kayu itu terjatuh, dari dalamnya menggelinding keluar sebuah alroji baru…

“Ayah! Ayah..” Berlutut didepan kuburan ayah tiri dengan air mata bercucuran, saya hanya bisa menepuk-nepuk onggokan tanah kuning yang ada dihadapan saya. Tetapi biar bagaimanapun saya berteriak-teriak, tetap tak akan memanggil kembali bayangannya.

Ketika saya pergi meninggalkan rumah, saya membawa pipa rokok coklat kehitaman itu, saya akan mendampingi pipa ini untuk seumur hidup saya, mengenang ayah tiri untuk selamanya.

"Jangan sampai menyesali perbuatan anda selama ini, lakukan semua yang terbaik kepada orang2 yang telah berkorban banyak bagi masa depan anda.Sayangi dan hargailah mereka!!!"
Sekarang saatnya kawan, jangan tunggu nanti.. apalagi esok..! 

Semoga Cerita Tentang Ayah Tiri ini bisa menginspirasi hidup anda!! :)